Pada tanggal 6-7 November 2012 yang lalu berlangsung Pertemuan Ilmiah Tahunan Asosiasi Panas Bumi Indonesia (PIT API) di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung. Hari pertama diisi oleh kegiatan diskusi panel dengan menampilkan beberapa ahli dan pemangku kepentingan di bidang panas bumi. Hari kedua diisi dengan acara technical session. Kegiatan technical session yaitu berupa presentasi tulisan-tulisan ilmiah tentang panas bumi atau geothermal. Salah satu paper menarik yang dipresentasikan dalam acara tersebut berjudul "Isu Umum Dampak Lingkungan Pada Pengembangan dan Operasi Produksi Lapangan Panas Bumi" yang dipresentasikan oleh Bapak Sayogi Sudarman.
Dalam pengalamannya melakukan sosialisasi ke beberapa daerah di Indonesia sebagai Staf Ahli Direktorat EBTKE, Bapak Sayogi Sudarman menemukan beberapa isu umum yang sering ditanyakan oleh masyarakat. Salah satu isu umum tersebut adalah mungkinkah terjadi semburan liar seperti lumpur lapindo atau lumpur sidoarjo pada pemboran sumur geothermal?. Karena itu, saya akan memaparkan kembali presentasi beliau tentang masalah ini.
Pemboran yang dilakukan di daerah Sidoarjo pada awalnya bertujuan untuk menemukan cadangan minyak yang tersimpan di dalam reservoir di bawah permukaan bumi. Pemboran ini pada akhirnya menyebabkan munculnya semburan liar ke permukaan berupa lumpur yang sekarang dikenal sebagai lumpur sidoarjo atau biasa juga disingkat sebagai lusi. Semburan lusi ini dikategorikan sebagai semburan liar (blow out) karena tidak bisa dikendalikan sebab adanya tekanan yang besar dari bawah permukaan.
Tekanan reservoir pada lapangan minyak dan gas bumi (migas) dihasilkan dari kompresi gas. Berbeda dengan itu, tekanan reservoir di lapangan geothermal dihasilkan dari suhu atau temperatur. Sehingga tekanan reservoir geothermal lebih rendah dibandingkan dengan tekanan reservoir migas. Berikut ini adalah perbandingan profil tekanan sumur lusi dan profil tekanan sumur geothermal di lapangan Dieng. Diantara beberapa lapangan geothermal, lapangan Dieng tercatat memiliki tekanan relatif lebih besar.
Terlihat pada gambar di atas bahwa garis profil tekanan di lapangan geothermal Dieng masih berada jauh di bawah garis profil tekanan lusi. Terlihat pula di kedalaman 1500 meter, tekanan Dieng adalah sekitar 90-100 Ksc sedangkan tekanan lusi sudah sekitar 300 Ksc. Dengan kata lain, tekanan reservoir di lapangan geothermal Dieng tidak lebih dari 1/3 tekanan lusi. Dengan tekanan reservoir yang relatif kecil maka sulit untuk terjadi semburan liar seperti lumpur sidoarjo di lapangan geothermal.
Gambar berikut ini menampilkan citra satelit yang memperlihatkan batuan permukaan di lapangan geothermal (gambar kanan) dan batuan permukaan di lapangan migas dalam hal ini Sidoarjo (tengah dan kiri). Terlihat bahwa batuan permukan di lapangan geothermal terdiri dari lava yang keras dan tebal (> 200 meter). Sedangkan batuan permukaan di lapangan migas terdiri dari lempung sedimen yang lunak. Dengan kerasnya batuan penutup di permukaan dan rendahnya tekanan di reservoir maka semburan liar seperti di Sidoarjo sulit untuk terjadi di lapangan geothermal.
Ibarat rumah yang berloteng papan tripleks dan rumah yang berloteng beton. Rumah yang berloteng papan tripleks jika lotengnya dihantam dengan kuat dari bawah tentu mudah jebol. Sedangkan rumah yang berloteng beton jika lotengnya dihantam dengan kuat dari bawah maka kecil sekali kemungkinan untuk jebol karena adanya beton yang sangat keras. Ini adalah perumpamaan sederhana antara batuan penutup permukaan di lapangan migas dan batuan penutup permukaan di lapangan geothermal.
Bagian kecil dari lapangan geothermal yang memiliki batuan permukaan relatif lebih lunak adalah daerah sekitar manifestasi akibat proses alterasi. Namun demikian, umumnya cluster pemboran ditempatkan cukup jauh dari daerah manifestasi. Sejarah di geothermal mencatat belum pernah ditemukan semburan liar seperti lumpur sidoarjo.
Citra Satelit Daerah Sidoarjo dan Citra Satelit Lingkungan Geothermal |
Ibarat rumah yang berloteng papan tripleks dan rumah yang berloteng beton. Rumah yang berloteng papan tripleks jika lotengnya dihantam dengan kuat dari bawah tentu mudah jebol. Sedangkan rumah yang berloteng beton jika lotengnya dihantam dengan kuat dari bawah maka kecil sekali kemungkinan untuk jebol karena adanya beton yang sangat keras. Ini adalah perumpamaan sederhana antara batuan penutup permukaan di lapangan migas dan batuan penutup permukaan di lapangan geothermal.
Bagian kecil dari lapangan geothermal yang memiliki batuan permukaan relatif lebih lunak adalah daerah sekitar manifestasi akibat proses alterasi. Namun demikian, umumnya cluster pemboran ditempatkan cukup jauh dari daerah manifestasi. Sejarah di geothermal mencatat belum pernah ditemukan semburan liar seperti lumpur sidoarjo.
Copyleft
Silahkan mengutip, mengkopi bahkan menge-teh, dan menyebarkan materi ini selama menyebutkan penulis dan sumbernya.
nice info and sharing
ReplyDeleteDengan membaca artikel dalam potingan ini, saya jadi lebih bayak tahu secara ilmu pengetahuan. Thaks sharingnya.
ReplyDeleteSukses selalu
Salam Wisata
Terima kasih juga. Salam.
Deleteidolakerja.com>>>oh begitu ya. Nambah ilmu gan thanks
ReplyDeleteSama-sama. Semoga bermanfaat..
Delete